Sabtu, 20 September 2014

BELOVED ENDER

Aku berusia sepuluh tahun saat Ender lahir. Ender lahir pada hari dimana matahari pertama kali menampakan dirinya di bulan September, sangat hangat dan menentramkan. Sangat aneh bukan? mengingat setiap akhir tahun hujan turun pada intensitas yang cukup sering. Pernah pada suatu waktu hujan di bulan September membuat rumah kami hampir kebanjiran, jadi aku membantu Dad membuat parit kecil di halaman belakang. Well, kebanyakan Dad yang mengerjakannya, aku hanya menggali sedikit dengan sekup yang biasa kugunakan untuk membuat istana pasir.

Keluarga kami terbilang cukup besar. Aku mempunyai tiga saudara, dan sekarang jadi empat di tambah Ender. Mom yang memilih nama Ender, karena ia bilang Ender akan menjadi saudara terakhirku. Ender adalah pengakhir segalanya. aku tidak mengerti kenapa, tapi yang pasti aku senang mempunyai banyak saudara dan kenapa Mom mengatakan Ender akan menjadi yang terkahir? Samar-samar kudengar Dad berbicara dengan bibi Juni bahwa ada sesuatu yang diangkat dari Mom, aku tidak tahu apa, yang pasti Dad berkata bahwa Mom tidak akan bisa mempunyai anak lagi.

Aku berjinjit untuk melihat Ender di dalam ayunannya, tentu saja karena belum cukup tinggi. Itulah saat pertama kali aku melihatnya. Dia sangat tampan, dan lihatlah betapa kecilnya kaki dan tangan itu! Ender sedang tertidur, aku tersenyum melihatnya. Ingin sekali mencium adik bungsuku itu, tapi Mom melarangnya. Mom berkata anak bayi sangat rentan, namun ketika Mom lengah aku langsung mencium Ender. Ahh wanginya khas seperti bayi!

 Sebagai anak sulung aku mendapat pekerjaan rumah paling banyak, dan aku sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu. Terra, saudara perempuanku yang berusia delapan tahun juga terkadang membantu. Terra adalah anak yang cepat mengerti akan segala hal, ia anak yang cerdas! Sepulang sekolah, pada siang hari setelah makan siang aku dan Terra biasanya akan pergi ke halaman belakang. Kau tahu, sebagai anak-anak aku tidak terlalu suka hanya bermain seharian, jadi aku mengajari Terra membaca dan berhitung, hanya beberapa kali aku mengajarinya dan ia langsung mengerti.

Mom dan Dad sangat ingin mempunyai anak laki-laki. Mom bercerita pengalaman  ketika ia mengandungku. Mereka memeriksakan aku ke Dokter, ia memperkirakan bahwa aku akan menjadi bayi laki-laki, tentu saja saat itu Mom telah menjalani beberapa pemeriksaan terlebih dahulu. Dad begitu bersemangat ketika mendengar hal itu. Dad membelikan segala peralatan dan perkakas untuk bayi laki-laki, termasuk mainan, dari mobil-mobilan, pesawat-pesawatan, pistol-pistolan dan segala macam permainan yang dimainkan oleh anak laki-laki. Namun beberapa bulan setelah aku lahir...

"Jadi apa Mom dan Dad kecewa?” tanyaku.

 "Tentu tidak Chesta-ku sayang," jawab Mom. "Kami memang menginginkan anak laki-laki, namun bukan berarti ketika yang lahir bukan laki-laki lantas kami merasa kecewa. Kau tahu sayang? aku merasa bersyukur bahwa kau adalah seorang perempuan. Jadi nantinya aku bisa banyak berbagi denganmu. Misalnya Peralatanku sewaktu gadis, atau pengalaman yang kulewati tentang menjadi seorang perempuan, aku  mempunyai orang yang bisa sangat kupercaya untuk berbagi dan yang paling aku syukurkan adalah kau tentu bisa membantuku. Aku rasa aku tidak bisa terlalu mengandalkan anak laki-laki dalam mengurus rumah. Aku sangat bahagia dan bangga." Mom kemudian memelukku dan mencium anak rambutku.

Zarri saudara laki-lakiku lahir setelah Terra. Ia baru berusia lima setengah bulan saat mom melahirkannya. Ia terlahir sebesar botol limun dan sangat biru! Jadi ia harus berada dalam incubator dalam beberapa minggu. Mom sakit-sakitan saat ia mengandung Zarri, dokter mengatakan bahwa Zarri tidak akan bisa terlahir ke dunia, tapi Mom mempertahankannya. Dad sangat senang mengetahui bahwa anak ketiganya ternyata adalah seorang laki-laki. Walaupun Zarri terlahir premature ia terbilang cukup baik dan terbilang cukup normal. Ia bisa berjalan pada umur satu tahun, dan berbicara sekitar tujuh bulan kemudian. jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Dad adalah anak tunggal, ia tidak mempunyai saudara. Ketika suatu hari kami berkunjung ke rumah Granny dan Granpa. aku bertanya mengapa mereka Dad tidak punya saudara seperti aku? 

"Saat itu negara sedang dalam krisis, dan kami hanya tinggal di desa kecil. Sangat sulit untuk bertahan hidup," jawab Granny.

Setelah itu kusimpulkan semua sendiri. Dad pasti tidak ingin merasa kesepian makanya ia ingin punya keluarga besar. Hal yang ku suka ketika mengunjungi Granny dan Grandpa adalah makanannya. Granny sangat gemar memasak, dia bisa membuat Jelly berlapis cake manis yang sangat kami sukai. 
Maska lahir tidak lama setelah Zarri dapat berbicara. Maska kecil adalah bayi yang sangat lucu, dengan mata sipit dan pipinya yang merah merona. Pada saat itu aku dan Terra sudah bersekolah di sekolah dasar. Sepulang sekolah kami melihat Mom dan Maska kecil di rumah sakit. Zarri dititipkan sementara waktu kepada Bibi Juni, Zarri adalah kesayangan Bibi Juni.

Aku dan Terra besar dibawah pengawasan Granny, ibunya Mom. Mom dan Dad membuka sebuah usaha di kota. Kami bertemu Mom dan Dad pada sore harinya setelah mereka pulang bekerja. Granny adalah orang yang tegas, sementara Grandpa sangat suka memanjakan kami. Terkadang setelah pulang sekolah aku dan Terra tidak lagi ke halaman belakang, kami akan duduk manis di ruang tengah dan Grandpa akan bercerita pada kami. Ceritanya bisa apa saja, terkadang ia bercerita tentang Kancil sampai kisah tentang Nabi dan Rasul.

Keluarga kami sudah sering berpindah pindah rumah. Ketika aku berada di kelas lima sekolah dasar, Dad memutuskan untuk pindah dari rumah Granny. Kami pindah ke kota. Rumah kami memang sederhana dan kecil, hanya mempunyai dua kamar. Satu kamar untuk Mom dan Dad, dan yang satunya lagi untuk aku, Terra, Zarri dan Maska. Setelah Ender lahir Mom dan Dad menaruh box kecil berbentuk ayunan sebagai tempat tidur Ender di dalam kamar mereka.

Belakangan Dad terlihat sering marah dan pulang ke rumah ketika sudah larut. Mom dan Dad terkadang bertengkar. Aku tidak mengerti kenapa. Tidak beberapa lama setelah itu Mom juga pulang larut bersama Dad. Aku memegang kendali atas rumah. Mom memang masih mengerjakan bagian yang terberat, aku hanya mengerjakan yang ringan seperti mengangkat jemuran, mencuci piring, menyapu rumah dan lain sebagainya, termasuk menjaga Ender pada saat sepulang sekolah.

Saat itu aku sedang bermain bersama Ender, dan Karly temanku - yang sebenarnya aku tak sudi menyebutnya sebagai teman, karena dia menyebalkan dan sok!- datang ke rumah. Ia mengajakku bermain, namun ku \tolak. Selain alasan aku tidak suka bermain dengannya, aku juga sedang menjaga Ender. Saat aku sedang menemaninya di ruang depan, Ender tidak sengaja menumpahkan susu dan kemudian ia menjilat tumpahan susu itu. Ya ampun! aku segera mengangkat Ender dan mengambilkannya susu yang baru. Karly yang menyebalkan dan sok mengatakan bahwa Ender sangat menjijikan. Aku sungguh benci pada Karly! akhirnya aku mengatakan padanya untuk pulang saja. Aku benar-benar benci padanya sampai saat ini!

Seumur hidup, selama sekolah hal yang sangat aku inginkan adalah menjadi penggeret bendera pada saat upacara bendera di sekolah. Aku sudah pernah menjadi menjadi pembaca undang-undang dasar, janji siswa, pemimpin lagu upacara, namun belum pernah menjadi penggeret bendera. Hari itu aku merasa sangat beruntung karena aku akan mendapatkan keinginannku.

It was saturday. Aku dan dua orang teman laki-laki mengadakan latihan untuk upacara bendera pada hari Senin. Aku sangat bersemangat dan tidak sabar menunggu datangnya hari Senin. 
Sepulang sekolah aku bermain bersama Ender. Entah kenapa perutku terasa sangat sakit sekali. Ender sudah berumur hampir dua tahun. Ia bersemangat sekali mengajakku bermain hari itu, namun aku benar-benar tidak bisa menahan sakit perut ini. Jadi aku berusaha menidurkan Ender, namun ia tak kunjung tidur. Untunglah Mom datang dan aku bisa istirahat, aku tidak mengatakan pada Mom bahwa perutku sakit. Kupikir ini hanya sakit biasa dan bisa hilang dengan sendirinya.

Keesokan harinya aku merasa lemas sekali. Selera makanku hilang, perutku terasa semakin sakit. Akhirnya aku mengadu pada Mom, dan Mom segera membawaku ke klinik Bibi Nina. Bibi Nina pernah menjadi tetangga di tempat yang dulu kami tinggali, kliniknya berada tepat disamping rumahnya. Kata Bibi Nina aku terkena usus buntu.

"Apakah Chesta perlu di operasi?" tanya mom.

"Mudah-mudahan saja tidak perlu," Jawab Bibi Nina singkat. Lalu ia memberikan beberapa jenis obat yang harus kuminum untuk mengurangi rasa sakit.
Malam harinya terasa sangat menyiksa. Aku tidak ingin sakit! Aku harus ke sekolah besok! Aku akan jadi penggeret bendera! Tapi apalah daya, aku terpaksa tidak bersekolah pada hari Senin itu. Aku benar benar kecewa! Pihak sekolah menelepon Mom dan bertanya kenapa aku tidak sekolah hari ini. Mom mengatakan bahwa aku benar-benar sakit.

Dad membawaku ke rumah sakit besar di pusat kota pada keesokan harinya. Mereka mengatakan bahwa aku harus di operasi siang ini juga. Usus buntuku sudah pecah! Jadi aku harus berpuasa pagi ini. Aku merasa sangat haus. Sampai pada jam dua seorang perawat datang menyuntikku. 
Lima jam kemudian aku tersadar. Hal pertama yang kurasakan adalah kehausan! Aku ingin air! Dad memperlihatkan bekas usus yang telah di potong kepadaku. bentuknya sangat aneh! Mom menanyakan apa ada lagi yang kuperlukan, aku jawab aku ingin buang air besar.

Setelah lima hari berada di rumah sakit akhirnya aku bisa pulang kerumah. Ender terlihat senang sekali melihatku, ia menciumku. Ender bahkan mengambilkan minum untukku. Ender juga mengusap kepalaku, ia berkata patah patah, kiit.. kitt kak? yang kupahami artinya sebagai, sakit kak? 
Sore harinya beberpa orang teman berkunjung ke rumah untuk melihat keadaanku. Mereka meminta maaf atas kesalah pahamannya kepadaku. Mereka mengira aku terlalu takut untuk menjadi pengeret bendera pada senin lalu maka dari itu aku tidak masuk sekolah. Aku tertawa, they have no idea betapa aku sangat ingin. aku sudah memaafkan mereka, anyway.

Ender semakin lama semakin pintar. Sekarang bahkan dia sudah mulai merengek untuk minta ikut ke sekolah bersamaku. Kalau saja dia sudah cukup umur tentu Mom akan memasukkannya kesekolah, but he's only three! jadi dia bangun pagi-pagi sekali dan membangunkanku. setelah itu kami  mandi dan bersiap-siap ke sekolah. Mom memberi Ender tas dan ia menyandangnya dengan bangga. Ender memang berangkat kesekolah namun hanya sampai gerbang, setelah itu Mom akan kembali membawanya pulang. Begitu setiap harinya.

Ender paling suka saat kugendong dan berkaca bersamanya. Aku akan berkata Who's that boy? Dan Ender akan tertawa sambil menggapai gapai kaca. ia akan tertawa lebih kencang ketika aku menggelitik telapak kaki dan perutnya. Ender kecil yang sangat menggemaskan sangat suka tertawa.

Saat itu Dad memarahiku, aku tidak ingat kenapa, tapi yang pasti Ender datang dan ia balik memarahi Dad. Tentu bukan dengan kata-kata, tapi dia mumbling dan ia memukul kecil kaki Dad. Ia merasa kesal karena Dad memarahiku. Aku memeluknya, dia balas memelukku dan kami menangis bersama. Aku tidak tahu apa yang di rasakan Ender, namun aku senang karena dia ada untukku.

Hari itu aku, Terra dan Mom sedang mencoba kerudung baru. Ender juga ingin tahu, dan memaksaku memakaikannya kerudung, dan aku memakaikannya ke Ender. Kami tertawa melihat betapa manisnya Ender memakai kerudung. Dia menggaruk kepala dan tertawa, entah apa yang dipikirkannya. Ahh, Ender memang sangat menggemaskan.

Aku sudah menyelesaikan sekolah dasar, dan akan segera memasuki sekolah lanjutan pertama. Akhirnya keluarga sepakat bahwa aku akan bersekolah di luar kota, aku akan di asramakan. Aku tentunya setuju. Aku berharap bahwa jauh dari keluarga akan membuatku lebih mandiri. Namun yang pasti aku akan sangat merindukan mereka, apalagi Ender. Aku bisa pulang ke rumah sebulan sekali. Selama beberapa hari aku akan di rumah dan bermain bersama Ender.

Tidak terasa sekarang aku sudah duduk di kelas dua. Sekolah benar-benar terasa menyenangkan buatku. Memang ada beberapa teman yang tidak kusukai, namun kurasa masih bisa kuatasi. You know, Sebagai remaja aku sudah mulai tertarik pada lawan jenis. Kurasa aku menyukai seniorku. Menurutku dia laki-laki yang cukup cute dan baik, terlebih lagi sepertinya dia juga tertarik kepadaku.  Seperti biasa bulan ini aku pulang, yang tidak biasa adalah Ender tidak disana menyambutku. Dia sedang menonton televisi. Aku hendak menciumnya namun sepertinya ia tidak ingin di ganggu, jadi aku hanya duduk disana menemaninya menonton televisis beberapa lama. Keesokan harinya pun tetap sama, Ender tidak ingin berbicara denganku. Malah dia mengatakan padaku untuk pergi. Aku kesal sekali, ada apa dengan Ender? Sore harinya tetanggaku mengundang untuk datang ke acara ulang tahunnya. Aku pergi bersama Terra dan Maska, Ender ingin ikut tapi aku tidak membolehkan karena aku masih kesal dengan Ender.  Setelah kembali ke sekolah aku benar-benar bahagia. Dengan segera bisa kulupakan kekesalanku pada Ender. Apalagi aku semakin dekat dengan Senior yang cute itu. Dua minggu kemudian semuanya (Mom, Dad, Terra, Zarri, Maska, dan Ender) mengunjungiku ke asrama. Padahal seharusnya aku pulang seminggu lagi, namun Dad mengatakan bahwa aku tidak usah pulang dulu, karena Dad akan membawa Zarri ke rumah sakit. Saat itu Ender merengek kepadaku, dia mengambil tanganku dan menempelkannya pada keningnya. "Kak, Demam kak, panas kak…." Kata Ender.

Sekarang dia sudah lancar berbicara. Aku terdiam beberapa saat dan tersenyum senang karena Ender sudah mulai lagi berbicara padaku. Lalu aku mengusap-ngusap kepala Ender dan menciumnya, dia memang sedikit panas.  Setelah ujian semester aku berharap untuk segera pulang. Namun sebelumnya aku bertemu dengan senior pujaanku. Bahagia sekali rasanya, dia memberiku gelang. Setelah itu kami bercerita di taman dan mengambil beberapa foto berdua. Aku benar-benar bahagia hari itu. Sore harinya kupikir Dad akan menjemputku untuk segera membawaku pulang, namun ternyata kepala asrama mengatakan padaku bahwa ia akan mengantarkan kupulang. Ia juga menyuruhku untuk membawa dua orang teman. Aku heran mengapa Dad tidak menjemputku, tapi sudahlah. Yang penting aku bahagia sekali hari ini. Sesampainya di rumah aku melihat banyak sekali orang. Apakah sedang ada pesta? pikirku. Aku yang memang dasarnya tidak tahan berlama-lama di dalam mobil keluar dengan perasaan pusing. Paman Billy langsung memapahku kedalam. Aku makin terheran, kenapa aku di perlakukan seperti orang sakit? Padahal semuanya tahu kalau aku si tukang mabuk darat! Semua orang di rumah terdiam, bahkan ada yang menangis. Ada apa sebenarnya? Sekitar satu jam kemudian aku mendengar sirene mobil. Entah itu mobil ambulance atau mobil polisi. Semua orang kemudian berteriak. "Mobilnya telah datang!", "Angkat kotak kaca itu?" perintah yang lain, aku pun semakin heran. Tidak ada yang mengajakku berbicara. Setelah Kotak yang mereka sebut itu diturunkan, tanpa di komando semua orang berlari mengerubunginya. Aku terheran melihat Ender tiduran di atas kasur kecil dengan beberapa ikatan di tangan dan kakinya, hidungnya juga di sumbat dengan kapas. Kulihat hidungnya mengeluarkan darah. Dia diselimuti dengan kain panjang. Aku terdiam dan mengguncang Ender "Wake up boy, wake up! I am Home!" teriakku pada ender. "Ender will not play with you anymore, sweety!" Jawab Bibi Juni sambil menangis. Otakku berusaha mencerna tentang apa yang sedang terjadi saat ini. Mengapa banyak orang di rumah, mengapa semua berbaju hitam, mengapa mereka menagis, mana Mom dan Dad? Saat itulah aku tersadar bahwa aku tidak akan melihat Ender untuk selamanya.  Mereka berkata bahwa Mom dan Dad sedang menjaga Zarri di rumah sakit. Zarri terkena demam berdarah, dan dia dalam kondisi kritis. Namun tanpa diduga, Ender yang sangat ceria dan menggemaskan juga tengah terjangkit demam berdarah. Dalam hitungan jam Ender langsung kritis, dia mengeluarkan darah dari hidungnya, dan tidak berhenti. Zarri sudah berangsur membaik, dan Ender sudah tidak ada. Sepertinya Ender kecilku berkorban untuk abangnya. Well, dimana ada kebahagiaan, di sana ada kesedihan.  Aku sama sekali tidak menduga bahwa Ender akan pergi secepat ini. Aku tidak tahu apa apa ketika mereka masuk rumah sakit dan aku tidak punya feeling bahwa Ender akan meninggalkanku. Malam itu aku tidur disamping Ender, dan berharap Ender akan bangun dan mengajakku bermain.  Dia pergi ketika berumur empat tahun lebih beberapa bulan. Padahal sedikit lagi dia sudah bisa masuk sekolah seperti keinginannya dulu. Kepergian Ender membuat rumah terasa sepi. Semua orang masih di rundung kesedihan, terlebih Mom. Aku pun sampai detik ini masih menangis jika teringat Ender. Namun terkadang Ender sering mengunjungiku dalam mimpi. Dia akan mencium dan melukku di sana, juga mengusap air mataku. But, life must go on. Semuanya mulai bangkit kembali. Dad juga sudah berubah, ia tidak sering marah dan pulang larut lagi. Kehidupan kami juga jadi makin baik setelahnya. Mom benar, Ender adalah pengakhir segalanya. Pengakhir kebahagiaan (karena ditingalnya) dan kesedihan kami.